Senin, 30 Maret 2015

Cahaya Dari Pelay Kemayo







in/Di balik tubuhnya memang imut dan sifatnya yang pemalu dan pendiam, siapa sangka dia memiliki kemampuan di luar dugaan. Dia adalah Aprilia Elta Babalo dan dia biasa dipanggil Balo.

Tercatat sebagai siswa PAUD Tangan Pengharapan Kampet tahun ajaran 2014/2015, anak kedua dari 3 bersaudara ini menunjukan kemampuan yang diatas rata-rata teman sebayanya, Meski sedikit pemalu, tetapi dalam belajar Balo cepat memahami apa yang diajarkan dan mengerjakan apa yang diperintahkan guru.

Cita-citanya yang mulia sebagai dokter dengan tujuan agar bisa menolong orang yang sakit membuat kami terharu karena di usia semuda itu dia sudah berpikir kelak ingin menjadi orang yang berguna bagi orang lain.

Semoga cita-citanya kelak dapat terwujud, sehingga benar menjadi Balo (dalam bahasa Dayak Benyadu artinya cahaya yang indah) yang penuh kemilau bagi Indonesia.

en/Behind her adorable body and her taciturn nature, no one would thought that she has a quite good intelligence. She is Aprilia Elata Babalo and people always call her Balo.

Recorded as a student of Tangan Pengharapan’s Kindergarten in Kampet for the academic year 2014/2015, the second daughter of 3 siblings shows she has above average intelligence among her peers. Though she’s little bit shy, but she can understand quickly the subjects taught and do what her teacher says.

Her noble goal as a doctor in order to help sick people makes us moved because in her young age, she already thinks of becoming useful to others.

We hope her goal come true so that she can be a real balo (beautiful light) that is full of sheen for Indonesia.

Jumat, 13 Maret 2015

Testimony FLC Serui







in/Matanya menatap lurus tajam kala itu, dan tanpa disadari air matanya mengalir deras di pipinya. Sementara itu di hadapannya terbujur kaku sesosok wanita terkulai lemah tertindih sebatang pohon yang patah di sambar petir beberapa waktu sebelumnya. Tanpa bisa berbuat apa-apa, dengan lengan kecilnya dia hanya sanggup memeluk kakeknya yang kala itu di sampingnya. Dari mulutnya terdengar suara lirih dan menyayat, “Mama....mama…”

Mario itulah nama panggilan anak ini, besar dengan kakek dan neneknya. Sebuah realita pahit harus dialami oleh seorang anak kecil yang dibesarkan bukan oleh kedua orang tua kandungnya, namun oleh kakek dan neneknya . Seperti yang dikisahkan di awal cerita, ibunya meregang nyawa akibat tertimpa pohon beberapa waktu silam. Ayahnya yang depresi berat semenjak kematian istrinya akhirnya memilih untuk menikah lagi dengan wanita lain. Sejak saat itu, ayah Mario menghilang bak di telan bumi.

Maka sejak saat itu lengkaplah kesedihan Mario. Meskipun setiap hari Mario ditemani kakek dan neneknya, tetapi Mario ingat kedua orangtuanya yang tidak bisa digantikan. Namun puji Tuhan, sejak Mario bergabung dengan FLC Tangan Pengharapan di Serui, Papua, sedikit demi sedikit dia bisa memiliki semangat kembali.

en/His eyes stared sharply at the time, and without his knowing, tears flowing down on his cheeks. Meanwhile in front of him a weak woman laid slumped motionless, hit by a broken tree snapped by lightning some time earlier. Without being able to do anything else, with his little arm he hugged his grandfather who was standing at his side then. From his mouth came out a soft and rending voice, "Mama .... mama ..."

Mario was the name of this child, being raised by with his grandparents. A bitter reality had to be experienced by a child raised not by both his biological parents, but by his grandparents. As told in the beginning of the story, his mother died of a falling tree some time ago. His severely depressed father finally chose to get married again with another woman. Since that time, Mario's father disappeared as if he had been swallowed by the earth.

Since then, Mario has become completely sad. Although every day Mario’s grandparents accompanied him, but the remembrance of his parents cannot possibly be replaced. But thank God, since Mario joined Tangan Pengharapan’s FLC in Serui, Papua, gradually he gets his fervency back.



Selasa, 03 Maret 2015

Testimony FLC Oeleu







in/Beberapa bulan yang lalu dirasakan Tangan Pengharapan Indonesia saat membagikan sepati di FLC Oeleu di mana seorang anak perempuan berusia 8 tahun mendapatkan sepasang sepatu namun tidak bisa memakai kedua sepatu itu karena ia tidak memiliki kaki kanan. Rina beraktifitas dengan cara merayap dan ini bukan pemandangan yang menyenangkan untuk dilihat.
Berbagai pertanyaan tak terjawab bergemuruh saat tim Tangan Pengharapan pulang. Adakah cara yang bisa ditempuh agar Rina dapat berjalan?
Dengan bantuan beberaa mitra seperti Kick Andy dan Bank Mandiri, maka jalan keluar didapatkan setelah beberapa saat berlalu.
Penyerahan kaki palsu dilakukan di desa Oeleu dalam kesederhanaan alam desa dan suasana haru serta derai air mata bahagia dari ayah dan ibu Rina. “Saya senang ada yang perhatikan anak saya,” ujar ibu dari Rina sambil mengusap air mata bahagia.
Kini meskipun masih tertatih, Rina Telnoni mengalami suka cita yang begitu besar saat melangkah dengan lebih pasti dalam menggapai kesempatan untuk hidup lebih baik.


en/It was felt it by Tangan Pengharapan Indonesia when distributing shoes at FLC Oeleu where a young girl aged 8 got a pair of shoes yet she couldn’t wear them since she doesn’t have right foot. Rina does all of her activities by crawling and it’s not a pleasant sight to behold.
Various remained unanswered questions rumbled when Tangan Pengharapan team was going home. Could there a way be taken for Rina to be able to walk?
With the help of some partners such as Kick Andy and Mandiri Bank, so a way out was finally taken after a while.
Two months passed after the mold making of the artificial limbs delivered to Jakarta, and on November 2014, the long anticipated package, the artificial limbs finally arrived in Kupang and was taken straightaway by the staff of Tangan Pengharapan.
Currently, even though she is still limping, Rina Telnoni experienced a great joy when stepping with more definite step in achieving a better chance of living.