Rabu, 28 Mei 2014

Agnes Mirip : I Wish I Could Choose…

http://www.tanganpengharapan.org/en/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/en/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/en/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/en/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/en/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/en/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/en/donation/


in/Seandainya bisa memilih, tentu semua anak yang terlahir ke dunia ini tidak ingin hidup miskin atau memiliki orang tua yang sering melakukan kekerasan. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling tidak berdaya dan sering menjadi korban kekerasan, sakit penyakit, dan gizi buruk yang menghantar mereka pada kematian. Tanpa dukungan keluarga, mereka rentan terhadap bahaya penculikan dan pengeksploitasian seksual. 


Sendirian, tanpa orang-orang yang membesarkan mereka, mereka terpaksa berusaha makan apa saja yang ada dan menyusuri jalan-jalan. Dihantui rasa takut baik secara emosional maupun fisik, masa depan mereka yang suram mengingatkan kita akan sebuah pengharapan yang hilang.


Tangan Pengharapan menolong Agnes Mirip yang ditelantarkan oleh ayah ibunya saat berusia 2 tahun. Akhirnya ia dibawa ke Feeding & Learning Center di Nabire. Sekarang Agnes tidak perlu pergi ke hutan untuk mencari makan. Di tempat inilah ia dapat mempersiapkan masa depannya..


en/All of children born into this world surely would not live in poverty nor have abusive parents, if they were allowed to choose. In fact, they are the most helpless and most frequent victims of violence, disease, malnutrition and death. Without the support from their families, these children are exposed to the frightening dangers of abduction and sexual exploitation. 


Alone, with no one to raise them, abandoned children must resort to eating any food scraps and wandering the streets. Emotionally and physically scarred, the future for these orphans is a bleak reminder of  a lost hope.


Tangan Pengharapan helps Agnes who was abandoned by her parents when she was only 2. She, eventually, was taken to Tangan Pengharapan Feeding & Learning Center in Nabire. Now she doesn’t have to go to the forest looking for something to eat. In this Center she can prepare her future…

 








Sabtu, 24 Mei 2014

Pigs For Revolving Tuition Fee

http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/


in/Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan. Untuk itu pemerintah pun mencanangkan program wajib belajar sembilan tahun. Bahkan untuk sekolah-sekolah negeri, pemerintah telah membebaskan para peserta didik dari kewajiban membayar iuran bulanan. Namun sekalipun demikian, masih banyak anak, terutama yang tinggal di daerah-daerah pedalaman yang tidak dapat mengenyam pendidikan.
Dari sekian banyak faktor yang menjadi penyebab anak tidak bersekolah adalah faktor orang tua. Banyak orang tua yang beranggapan yang penting bisa cari uang. Mereka lebih suka jika anaknya bisa bekerja, terutama jika orang yang menjadi tulang punggung keluarga sakit atau meninggal.
Selain itu program pendidikan gratis hanya menjadi retorika saja. Kenyataan di lapangan, para orang tua masih dibebani dengan pembelian buku-buku atau pembayaran kegiatan-kegiatan yang merupakan proyek guru/sekolah. Jika dihitung-hitung, uang untuk ‘biaya tak terduga’ bisa jauh lebih besar ketimbang uang sekolah itu sendiri. Akibatnya banyak kalangan menengah ke bawah yang tidak menganggap penting pendidikan. Selain itu, sulitnya masuk ke sekolah pemerintah turut memberi sumbangsih makin banyaknya anak yang tidak mengenyam pendidikan.
Sadar akan hal itu, Tangan Pengharapan kemudian mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan dana pendidikan berupa ternak babi kepada anak-anak di daerah agar mereka dapat mengenyam pendidikan bahkan hingga ke perguruan tinggi. Ternak babi ini dipelihara di tiap Feeding & Learning Center dan kemudian dibagikan kepada anak-anak secara bertahap untuk dipelihara di rumah mereka masing-masing. Setelah cukup besar babi tersebut dapat dikembangbiakkan dan sebagian dijual untuk membiayai pendidikan lanjutan mereka.
Setiap anak yang mendapat induk ternak dari Tangan Pengharapan wajib membagikan 12-13 ekor anak ternaknya secara bertahap kepada adik-adik kelasnya agar semua anak mendapat bagian. Kemudian barulah induk ternak dan anak-anaknya yang lain menjadi milik anak yang memelihara induk ternak pertama. Dengan demikian diharapkan, anak-anak dapat bersekolah dan memperjuangkan masa depan mereka sejak dini serta mempergunakan waktu-waktu luang mereka untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.
Sebagai langkah awal, Tangan Pengharapan telah memberikan tujuh ekor ternak babi kepada tujuh siswa kelas VI sekolah dasar yang berprestasi. 
Untuk mengembangkan program ini, saat ini Tangan Pengharapan tengah membangun kandang babi di desa Taehue. Proyek ini akan menjadi proyek percontohan ternak babi. Masyarakat dapat melihat bagaimana beternak babi yang baik sehingga babi tersebut menjadi gemuk dan sehat. Anak-anak babi akan dipelihara di sini hingga besar dan kemudian akan diberikan kepada anak-anak di Feeding & Learning Center Tangan Pengharapan untuk diternakkan dan kemudian digulirkan kepada anak-anak lainnya.
Pembangunan kandang babi ini kini sudah hampir selesai. Diharapkan proyek ini dapat berkembang dan bisa menjangkau masyarakat lebih luas lagi sehingga makin banyak anak yang bisa mengenyam pendidikan mereka.

en/Every child is entitled to education. For that reason, the Indonesian government kicks off 9-year-compulsory education program. Even for state schools, the students are freed from paying their monthly school tuition fee. But despite of that many children, especially those living in rural areas, still can’t go to school.
Among many factors causing children can’t go to school are parents. Many parents only think that making money does matter. They prefer to have their children work, especially when the man in the family they rely on gets sick or passes away.

Besides, the free education program launched by the government is just a crap. In reality many parents are still burdened by purchasing books or paying for activities that belong teacher’s/school’s projects. If we calculate, the fees for ‘unexpected expenses’ could be higher than that for the education fee itself. For that reason middle and lower class people begin to think that education is unimportant. Apart from it, state school difficult enrollment makes more and more children unable to get education needed.
Tangan Pengharapan then takes an initiative to give tuition fee of pigs to children in villages so that they can continue their education to universities. After being tended in every Feeding & Learning Center, the pigs are given to local children gradually to be tended at their own houses. When the pigs are big enough, they can be bred. Some of the pigs are to sold to pay for their advanced education fees.
Every child receiving a sow from Tangan Pengharapan is supposed to give 12-13 piglets gradually to his/her juniors. After that, the sow and her other piglets can be owned by the child who tends the first sow. By doing this, a child can go to school and begin to struggle for their future since their childhood and use their spare time to do more useful things.
As a beginning step, Tangan Pengharapan gave seven pigs to seven 6th graders having good achievements. 
Developing this program, Tangan Pengharapan this moment is building a pig cage in Taehue. This is going to be a pilot project of Tangan Pengharapan. People can learn how to do good breeding to get fatty and healthy pigs. The piglets will be tended here until they grow and then will be given to the children joining Tangan Pengharapan Feeding & Learning Center to be rebred and revolved to other children.
The building of this pig cage is almost completed. This project is expected to develop and reach more people so that more children can get education.



Rabu, 14 Mei 2014

I Hand You This Baby Girl…

http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/


in/Suasana Children Rescue Home Pondok Kasih Jakarta yang mulai sepi malam itu kembali ramai. Tampak seorang ibu tua datang ke Children Rescue Home Pondok Kasih Jakarta sambil menggendong sebuah bungkusan yang berisi seorang bayi perempuan. Sisa-sisa air ketuban masih tampak di rambutnya yang tebal. Tampak darah segar mengalir dari tali pusat yang sepertinya dipotong secara serampangan.

“Saya serahkan anak ini ke sini. Kalian boleh mengambil dan mengasuhnya,” ujar wanita tua itu kepada staff Children Rescue Home Pondok Kasih Jakarta. “1 minggu lagi saya akan kembali untuk membawa obat-obatan untuk anak ini, “ tambahnya sambil menyerahkan bayi mungil itu.

Tampak tangan mungilnya menggosok-gosok matanya.  Kami pun bertanya kepada ibu tua itu yang ternyata adalah neneknya tentang ibu dari bayi mungil tersebut. Rupanya anak itu lahir akibat pernikahan dini. Karena ketidak siapan ibu dan ayahnya serta hubungan yang tidak direstui, akhirnya anak tersebut ditinggalkan di Children Rescue Home Pondok Kasih Jakarta begitu saja. Janji bahwa sang nenek akan kembali 1 minggu lagi tidak terbukti. Bahkan hingga saat ini baik ibu ataupun sang nenek tidak pernah lagi datang mengunjunginya. Akhirnya Sara (nama bayi itu), kini menjadi penghuni tetap Children Rescue Home Pondok Kasih Jakarta.

Tidak hanya di Jakarta, Tangan Pengharapan juga menolong anak-anak yang ditelantarkan di daerah seperti Bali, anak-anak korban KDRT seperti di NTT.  Mungkin anak-anak itu tidak pernah tahu mengapa kelahiran mereka ke dunia ini tidak diinginkan atau mengapa mereka harus menjadi korban keretakan rumah tangga. Namun penerimaan terhadap mereka sebagai manusia, itulah yang mereka butuhkan.

Penyakit terbesar saat ini bukanlah penyakit yang bisa membunuh manusia, melainkan rasa tidak diinginkan…


en/The silence in the orphanage was breaking that night. An old woman came to Pondok Kasih Children Rescue Home carrying a baby girl in a bag. The remains of amniotic fluid were still on her thick hair. Fresh blood was coming out of the recklessly cut umbilical cord.

“I give you this baby. You can take and babysit her,” said the old woman to the staff of Pondok Kasih Children Rescue Home in Jakarta. “I will be back next week and bring some medicine for her,” she added, handing over the little baby girl.

Her little fingers were rubbing her eyes. We, then asked the old woman, her grandmother, about the baby’s mother. We found out that the baby was born out of early marriage. Because of the unreadiness her parents-to-be and their unapproved relationship, the baby eventually was left in the Pondok Kasih Children Rescue Home in Jakarta. The promise that her grandmother would be back the following week was unrealized. Even till today her grandmother never came to visit her. And now Sarah – the name of the baby – dwells permanently in Pondok Kasih Children Rescue Home.

Not only in Jakarta, Tangan Pengharapan also helps ignored children in other regions such as in Bali, and child domestic violent victims such as in NTT. Those children may never know why they were born unwanted or why they have to be the victims of broken home families. But our acceptance of them as humans is what they need most.

The biggest diseases today are not diseases that kill men, but the feeling of being unwanted…