Senin, 25 Mei 2015

Donasi Untuk Anak Pedalaman








In/Bantuan Donasi Untuk Anak Pedalaman

Ketika di kota besar dan segala sesuatu mudah didapatkan maka adalah wajar apabila orangtua yang berkategori “mampu” secara finasial  dapat membelikan jam tangan, pakaian, sepatu atau tas kepada anaknya. Namun hal ini bertolak belakang dan merupakan hal yang menyedihkan di daerah- daerah pedalaman yang belum maju. Jangankan berbicara tentang memakai jam tangan, pakaian baru, sepatu atau tas, memimpikan untuk mendapatkannya saja tidak ada dalam benak mereka. Apabila orang tua mereka memiliki uang, maka mereka lebih berpikir untuk membeli kebutuhan pokok seperti makanan dan kebutuhan sehari-hari lainnya.

Adalah sebuah pemandangan yang lazim apabila anak-anak miskin baik di kota ataupun pedalaman menggunakan pakaian seadanya saja untuk aktivitas harian mereka. Seringkali kita bisa melihat pakaian mereka sudah tidak layak pakai, compang camping serta lusuh.

Melalui BIG W, anak-anak yang ada di Children Rescue Home Jakarta, anak-anak pedalaman Jawa Tengah, tepatnya di desa Pepe dan Kaliceret serta anak-anak di pedalaman NTT mendapatkan bantuan jam tangan.

Kali ini, donasi untuk anak-anak ini ternyata bukan hanya jam tangan, namun juga sepatu, tas, topi serta baju layak pakai. Dengan donasi tersebut anak-anak bisa mengetahui waktu dan berpenampilan lebih baik dari sebelumnya.

En/Donation For Rural Children

When everything is easy to get in the big city and it is understandable if rich parents can afford buying watches, clothes, shoes or bags to the children. But on the other hand, it is a sad thing in remote areas that have not been developed. Let alone talking about wearing watches, new clothes, shoes or bags, even dreaming to get them all does not exist in their minds. If their parents have money, then they are thinking of buying basic necessities such as food and other daily needs.

It is a common sight when poor children either in the city or in the remote areas wearing ordinary clothes to do their daily activities. Often we can see the clothes they wear are not worth wearing, ragged and worn-out.

Through BIG W, children at “Children Rescue Home” in Jakarta and at Feeding and Learning Center in Central Java, precisely in the village of Pepe and Kaliceret, and rural children in ENT received watches as donation.

This time, donation to these children was not only watches, but also shoes, bags, hats and wearable clothes. With the donation, the children can look at the clock time and look better than ever.

Senin, 18 Mei 2015

PKBM Kaliceret

PKBM Kaliceret







In/Siang itu anak-anak SD antusias untuk belajar di FLC Kaliceret setelah pulang sekolah. Namun karena kurangnya tenaga pengajar, akhirnya mereka harus belajar dengan kelas yang dicampur-campur. 1 siswa yang masih duduk di bangku SMP dan 1 siswa yang baru lulus SMP diberdayakan menjadi guru untuk membantu Ibu Anni, koordinator Jawa Tengah, untuk mengajar anak-anak di dusun Kaliceret.

Belum lagi teknik atau cara mengajar yang sangat terbatas yang Tangan Pengharapan lihat di lapangan. Setelah mereka mengajar anak-anak SD, lalu kedua guru yang masih belia ini mengajar anak-anak PAUD di sore harinya. Guru-guru di dusun Kaliceret ini mengajar tanpa jadwal belajar, buku pegangan. Seperti tanpa arah mau belajar apa. Target belajarnya apa, dan sebagainya. Mereka pun belum tahu membuat ‘lesson plan’ atau rencana pembelajaran. Malam harinya Tangan Pengharapan mulai dijadwalkan untuk mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak SMP. Sangat menyedihkan bagi Tangan Pengharapan bahwa di dusun Kaliceret anak-anak SMP di FLC Kaliceret ini tidak mempunyai guru untuk mengajar mereka.

Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh anak-anak ini untuk menimba ilmu dengan belajar bahasa Inggis. Anak-anak belajar dengan antusias. Teknik mengajar dengan metode ‘action-oriented approach’ membuat anak-anak bisa mempraktekkan apa yang baru mereka pelajari.

Sungguh kebutuhan akan guru sangat krusial di berbagai tempat terpencil di Indonesia. Pelatihan guru-guru lokal akan menjadi tantangan tersendiri bagi terciptanya kualitas belajar mengajar yang lebih baik di kemudian hari.

En/That afternoon, Elementary School children were enthusiastically learning at FLC in Kaliceret. Due to lack of teachers, they had to learn in mixed classes. One of the teachers is still sitting at Junior High School. Another one has recently graduated from Junior High School. They are all empowered as teachers to help Mrs. Anni, the coordinator of Central Java, to teach children in Kaliceret hamlet. 

Not to mention the teaching technique that Tangan Pengharapan saw in the field. It was still very limited. Having taught elementary school children then these two young teachers continued teaching early age children in the afternoon. Teachers in Kaliceret hamlet teach without learning schedules and handbooks. Without any clear direction of what things to learn, they seemed to have no learning targets, and so on. They also do not know how to design lesson plans. The night following, Tangan Pengharapan was scheduled to teach English to Junior High School children. It is sad to Tangan Pengharapan that in Kaliceret hamlet, Junior High School children in FLC Kaliceret do not have teacher to educate them.

This opportunity was not wasted by these children to get knowledge by learning English. Children learned with enthusiasm. Teaching techniques taught using “action-oriented” approach made them able to practice what they had just learned.

Indeed, the need for teachers is very crucial in many remote places in Indonesia. Training local teachers will be a challenge for the making of a better quality learning in the future.

Senin, 11 Mei 2015

Pembangunan CRH Merauke








In/Ada pepatah yang mengatakan ‘tak ada rotan, akarpun jadi’. Mungkin itulah istilah yang tepat bagi kondisi yang selama ini dijalani oleh anak-anak Tangan Pengharapan di Merauke, Papua.


Setiap minggunya anak-anak belajar tentang banyak hal, seperti bahasa Inggris, komputer dan pengembangan diri. Namun semua kegiatan itu dilakukan di teras rumah yang terbuat dari papan dan letaknya tepat berada di pinggir jalan. Debu dan panasnya matahari seringkali menjadi kendala utama bagi anak-anak ini. Hal ini terjadi karena masih minimnya tempat yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.


Kehadiran Tangan Pengharapan membawa secercah harapan bagi awal terjadinya sebuah perubahan bagi kemajuan anak-anak tersebut. Tuhan memberikan kesempatan bagi Tangan Pengharapan untuk dapat membangun Chirldren Rescue Home / asrama bagi anak-anak yang nantinya bukan hanya dapat digunakan untuk proses belajar tetapi juga digunakan untuk proses pembinaan mental dan karakteristik anak.


En/There is a saying 'no rattans, roots will do'. Maybe that's the right term to picture the condition endured by children Tangan Pengharapan in Merauke, Papua.


Each week the children learn about many things, such as English, computer and self-development. However all the activities are carried out in the terrace house made of boards, located right on the roadside. Dust and heat of the sun is often a major obstacle for these children. This happens because they still lack a place used for teaching and learning activities.


The presence of Tangan Pengharapan brings a glimmer of hope for the beginning of a change for the progress of these children. God provides opportunities for Tangan Pengharapan to be able to build Children Rescue Home/dormitory for children which will not only be used for learning but is also used for the process of child's mental development and characteristics.