Kamis, 27 Maret 2014

Timor: The Land With Water Shortage

Timor: Tanah Yang Minim Air


http://www.tanganpengharapan.org/ http://www.tanganpengharapan.org/ http://www.tanganpengharapan.org/ http://www.tanganpengharapan.org/ http://www.tanganpengharapan.org/


In other parts of Indonesia, there is no other land as dry as that of Timor. It’s rocky ground texture causes many villages suffer from water scarcity. People have to wait in line with to get it.

Women and children especially bear the burden of walking 2 kilometer every day to gather water from the spring. Mothers have little time to care for their children. 

Di seluruh Indonesia, tidak ada tanah yang sekering tanah di pulau Timor. Tanahnya yang berbatu membuat beberapa daerah di pulau Timor ini mengalami kelangkaan air. Mereka harus berbaris mengantri untuk mendapatkan air.

Wanita dan anak-anak  harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer tiap hari untuk mengambil air dari mata air. Para ibu hanya punya sedikit waktu untuk mengurus anak-anaknya.




Sabtu, 22 Maret 2014

SUNGGUH MUJIZAT OPELINA BISA HIDUP !!!





Opelina, 11, adalah seorang anak di pedalaman Papua. Kedua orang tuanya sudah meninggal sejak ia masih berumur 4 Tahun. Hampir setahun dia diurus oleh kakak tertua yang berusaha menafkahi enam bersaudara yatim piatu ini. Opelina ditemukan salah seorang guru tim Pesat di Pogapa dan Opelina pun dibawa untuk tinggal bersama anak-anak lainnya diasrama TK Pogapa. Kemudian Opelina selanjutnya turun ke YTP Nabire untuk melanjutkan sekolah SD.

Awan seolah-olah tidak mau beranjak dari Papua siang itu. Pak Kalvin salah seorang guru dari tim Pesat yang berada di pedalaman Pogapa berjalan menyusuri kampung Engganengga. Ia tidak pernah menyangka sama sekali akan melewati sebuah honai dan melihat ada enam orang anak di dalam rumah sedang dengan lahapnya makan ubi dan daun singkong dalam honai sempit berukuran 2 x 2 meter tanpa ventilasi udara dan pengap.   

“Kamu makan sendiri saja. Memang orang tua kamu di mana?” Tanya pak Kalvin. Keenam anak itu hanya dudk terdiam, menunduk. Lalu salah seorang dari anak-anak itu berkata, “Kami sudah tidak punya orangtua lagi. Bapa dan Ibu sudah dipanggil pulang ke surga oleh sang Pencipta. Bapa meninggal karena sakit malaria tropika+4 yang sudah lama diderita, sedangkan di kampung ini tidak ada satupun puskesmas untuk berobat.”  Ketika ayahnya, Filemon Bagau terserang sakit, beliau  tidak sempat dibawa ke rumah sakit untuk berobat. Sedangkan ibunya, Maria Miagoni meninggal karena sakit malaria juga waktu berkunjung ke Timika untuk berobat. 


Keluarga ini tinggal dalam honai yang sama sekali tidak layak untuk tempat tinggal. Di honai yang mereka tempati ini terdapat ruang tidur, dapur, dan WC yang menjadi satu dalam satu ruangan. Tidak adanya  ventilasi juga membuat sirkulasi udara tidak berjalan baik sehingga pernapasan mereka menjadi terganggu. Akibatnya mereka sering terkena penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Ubi dan singkong yang mereka makan itu merupakan hasil pemberian dari tetangga yang ada di sekitar mereka, karena saudara mereka tinggal di kampung sebelah yang sangat jauh letaknya.  Kakaknya yang tertua, Yuli, juga berusaha untuk mencukupi kebutuhan makan keluarga yang banyak ini. Tapi apa daya, dia sendiri tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan mereka berenam. Melihat keadaan seperti itu, singkat cerita, akhirnya pak Kalvin membawa si bungsu Opelina untuk tinggal di asrama Pogapa dan sekolah TK di sana.


Mau tidak mau, keadaan akhirnya membuat mereka berenam terpisah tempat tinggalnya. Opelina yang dibawa oleh pak Kalvin tinggal di asrama Pogapa, sekarang sudah berada bersama Yayasan Tangan Pengharapan Nabire dan tinggal di asrama Gilgal Pesat.  Kakak tertua  Opelina, Yuli sudah menikah dan tinggal bersama keluarganya yang baru. Sedangkan saudara-saudaranya yang lain tinggal di kota-kota yang berlainan. Ada yang tinggal di Timika, di Jayapura dan di Nabire.

Andaikan saja Opelina tidak bertemu dengan guru dari PESAT tersebut, mungkin nasib Opelina tidak akan jauh berbeda dengan yang dialami kedua orang tuanya yang sudah mendahuluinya. Mungkin juga hidupnya tidak akan menjadi lebih baik. 


Sekarang Opelina yang sudah duduk di kelas IV Sekolah Dasar ini terlihat ceria dalam mengikuti pelajaran demi pelajaran di sekolah. Keinginannya untuk menjadi guru dapat terwujud jika ada orang-orang yang bersedia memberikannya dukungan baik doa maupun materil. Mari kita investasikan apa yang menjadi hak dan bagian dari Opelina demi masa depannya yang lebih cerah.WensiPongkorung




http://www.tanganpengharapan.org/
http://www.tanganpengharapan.org/
http://www.tanganpengharapan.org/
http://www.tanganpengharapan.org/
http://www.tanganpengharapan.org/




Selasa, 18 Maret 2014

AKIBAT LETUSAN GUNUNG KELUD, 8 HARI TIDUR DI EMPERAN SEKOLAH



http://www.tanganpengharapan.org/donation/ http://www.tanganpengharapan.org/donation/ http://www.tanganpengharapan.org/donation/ http://www.tanganpengharapan.org/donation/ http://www.tanganpengharapan.org/donation/



 
http://www.tanganpengharapan.org/donation/

Mount Kelud Erupted. 8 Days Slept Under a School’s Overhang


in/Gunung Kelud mulai meletus dan mengeluarkan ratusan ribu kubik material vulkanis, Kamis (13/2/2014) sekitar pukul 23.00. Suara ledakannya sangat dahsyat, terdengar hingga di Kota Kediri yang berjarak 45 km dari kubah lava. Sementara itu, ribuan warga di lereng Kelud memadati jalan menuju tempat evakuasi. Mereka dari beberapa desa Kebon Rejo Pare. Untuk saat ini, warga korban bencana di tempatkan di gedung sekolah SLTP Brawijaya Kepung Timur - Kediri Jawa Timur.

en/Mount Kelud erupted, spewing hundred thousands of cubic of volcanic material, on Thursday ( 13/02/2014 ) at 23:00. The sound of the explosion was so powerful that it could be heard in Kediri, 45 km of the lava dome. Meanwhile, people from villages in Kebon Rejo Pare walked the thronged streets to the evacuation sites. For the time being, the victims were placed in SLTP Brawijaya Kepung Timur – Kediri, east Java.
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
in/Ada 211 KK 800 Jiwa mengungsi di gedung sekolah ini. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Salah satu pengungsi itu adalah Mbok Ida. Wanita berumur 84 tahun ini adalah korban letusan gunung Kelud. Saat ia tinggal di pengungsian Kepung Timur. Dia berasal dari desa Kebon Rejo dusun Telag Rejo Kediri.

en/211 families (800 people) were evacuated here. Their conditions were very sad. One of them is Mrs. Ida. The 84 -year -old woman was a victim of Kelud eruption. Currently she lived in a shelter in Kepung Timur. She comes from Kebon Rejo village, Tegal Rejo hamlet, Kediri. 

in/Sudah 8 hari ia mengungsi. Dengan keadaan pengungsian yang penuh, ia tak mendapatkan tempat tidur. Terpaksa ia tidur di emperan sekolah. Tak ada pekerjaan tetap mbok Ida, ia hanya buruh lepas yang kadang di gaji 15,000 sehari. Ladang pun tak punya, hanya sepetak tanah dengan gubug yang kini ambruk peninggalan suaminya.

en/She’d been there for 8 days. The crowded shelter didn’t left her a single space to sleep. Instead, she had to sleep under a school’s overhang. She didn’t have a permanent job. As a freelance labor, sometimes she got paid IDR. 15.000 per day. She didn’t have field, only an acre of land and a quake collapsed hut left by her husband.

http://www.tanganpengharapan.org/donation/
in/Tinggal di pengungsian membuat mbok ida stress, tak tau mau berbuat apalagi. Setelah bencana, kehidupannya akan semakin berat, rumah gubgunya yang ambruk harus segera diperbaiki. Tak cukup uang ia punya. Mbok Ida hanya bisa berdoa, semoga kelak Tuhan mengirimkan berkatnya untuk membantu memperbaiki rumahnya melalui orang lain. Itu keadaan korban bencana letusan gunung kelud yang sangat memprihatinkan. Mereka butuh uluran tangan kita. 

en/Not knowing what to do made her distressed. After the disaster, her life would surely get even harder. Her ruined hut needed repairing and her money was insufficient. She could only pray God would send her somebody to repair it for her. That’s the condition the Kelud’s victims had to face. They need our help desperately.
in/Pada Rabu 19 Februari 2014, Tangan Pengharapan turun tangan untuk membantu korban Kelud di desa Kebon Rejo Kediri. Menyalurkan 211 paket peralatan mandi, pakaian dalam wanita dan pakaian dalam perempuan untuk pengungsi di posko Kepung Timur Kediri.
en/Wednesday, February 19, 2014, Tangan Pengharapan helped the victims in Kebon Rejo, distributing 211 packages of toiletries, men and women underwear to the evacuees in Kepung Timur, Kediri.
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
in/Keceriaan terpancar dari raut wajah mereka, ketika membuka paket yang berisi pakaian dalam yang mereka sangat perlukan. Setelah bencana usai, Tangan Pengharapan akan kembali membantu korban gunung kelud ini dengan program pemberdayaan masyarakat. Membantu mereka agar mereka dapat keluar dari kesulitan hidup akibat bencana alam Gunung Kelud.

en/Opening the packages of underwear they needed most, joy was seen in their faces. After the disaster, Tangan Pengharapan will return and empower them so that they can get themselves out of harshness of life caused by the disaster.
Jimmy Bush



http://www.tanganpengharapan.org/donation/
 
Galeri Video: