Rabu, 26 November 2014

Obat Luka Untuk Kakak

http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/


Tak terasa hari sudah menjelang sore, dari kejauhan tampak sebuah kapal putih yang masih terlihat kecil. Sore itu Patricia, bocah berusia 10 Tahun sedang bersama kawan-kawannya bermain di pinggir kali tak jauh dari rumahnya. Betapa senangnya kawan-kawan Patricia ketika mereka melihat bahwa ada kapal putih yang sedang menuju pelabuhan Merauke sore itu. 

Ternyata kapal Kalimutu dari Surabaya yang sandar di Pelabuhan Merauke. Terlintas di benak anak-anak ini niat untuk naik ke kapal dan mencari sisa-sisa barang ataupun botol-botol bekas seperti biasa untuk dijual kembali.

Namun tidak demikian dengan Patricia. Kebiasaan mencari botol belum pernah dilakukannya sama sekali. Patricia teringat perkataan mamanya, “Biar bapa dan mama saja yang bekerja, Patricia. Kamu sekolah saja biar bisa jadi orang berhasil.” Ternyata perkataan mamanya itulah yang membuat Patricia tidak melakukan hal yang sama seperti kawan-kawannya yang lain. 

Namun entah apa yang terlintas di pikiran Patricia sore itu. Dia pun langsung bergegas menyusul kawan-kawannya yang sudah lebih dulu ke Pelabuhan. Sebuah suasana baru untuk patricia. Bocah perempuan berusia 10 tahun itu masuk ke dalam kapal yang masih dipadati orang hanya untuk satu maksud yaitu mendapatkan sebanyak mungkin botol-botol bekas. Hal yang dibuat oleh anak-anak ini termasuk juga patricia, bukanlah perkara yang mudah. Hal ini tidaklah mudah bagi anak-anak itu dan Patricia. Patricia dan teman-temannya harus menerima cemoohan dari orang banyak yang ada di kapal saat itu, belum lagi adanya persaingan dengan orang dewasa lain yang juga berburu botol-botol bekas saat itu. Sungguh situasi yang memilukan hati. Harapan orang tua untuk anaknya tak terwujud akibat kenyataan hidup yang jauh lebih keras dari apa yang mereka bayangkan. 

Tiga hari kemudian, seperti biasanya Patricia mengikuti kegiatan learning and feeding di Rumah belajar Tangan Pengharapan. Di sela-sela kegiatan, ada beberapa anak yang berceritera satu sama lain mengenai hasil buruan botol bekas mereka. Kami pengajar hanya mendengar saja apa yang mereka perbincangkan. Kemudian saya mencoba bertanya kepada beberapa anak itu, “Siapa saja yang biasa mencari botol di kapal ?”. 

Serentak beberapa anak mengacungkan tangan mereka. Namun tidak dengan Patricia. Dia sama sekali tidak mengangkat tangan. Ya, jelas..... mungkin saja Patricia memang tidak melakukan hal itu. Tapi dengan spontan beberapa anak berteriak, “Patricia juga, pak guru!!”. Dengan wajah yang sedikit tetunduk dan malu, bocah ini berkata, “ Iya pak guru, saya juga ikut mencari botol di kapal waktu itu”. 

Saya langsung mendekati anak ini, merangkulnya dan bertanya, “Kenapa Patricia malu? Pak guru tidak marah, kok”. Saya menegaskan hal ini agar anak ini tidak merasa tertuduh. Namun saya tidak pernah menyangka akan keluar sebuah jawaban dari mulut polosnya, “Patricia cari botol supaya bisa beli obat untuk tangan kakak yang penuh dengan bisul-bisul, pak guru”. Saya terkesima. Sebuah jawaban yang benar-benar juga memberikan pelajaran berarti bagi saya tentang arti sebuah pengorbanan. Demi sang kakak, Patricia rela melakukan sesuatu yang mungkin dianggap hina oleh sebagian besar orang namun mulia di mata sang kakak. 

www.tanganpengharapan.org

Link Youtube Asa Untuk Anak anak Agats, Asmat Papua :



Rabu, 19 November 2014

PELATIHAN BATI 2014 (Water Seminar)











Adalah sebuah hal yang rill bahwa manusia sangat membutuhkan air dalam kehidupannya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa apabila manusia kekurangan cairan dalam tubuhnya akan mengalami gangguan fisik, bahkan dalam level tertentu akan menimbulkan kematian.

Jika kita perhatikan kembali dalam tubuh manusia, salah satu cairan yang terpenting yang  ada dalam tubuh manusia adalah darah yang sebenarnya adalah benda cair pula. Apabila seseorang kehabisan darah dalam tubuhnya, maka ia akan mengalami hal yang fatal.

Bagi sahabat dan teman-teman yang tinggal di daerah perkotaan, adalah sebuah hal yang mudah untuk mendapatkan air bersih tersebut. Tetapi cerita akan menjadi lain ketika kita menanyakan kepada sahabat-sahabat di beberapa daerah pedalaman. Jangankan untuk berbicara air bersih, untuk kegiatan sehari-hari merupakan hal yang terbilang langka. Banyak warga yang harus berjalan jauh hanya untuk mendapatkan air untuk sekedar bisa minum saja.

Oleh sebab itu di Bali pada tanggal 8-12 September 2014 diadakan pelatihan tentang teknologi tepat guna bagi masyarakat, khususnya dalam bidang penanganan air. Banyak instansi yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan dan pengembangan sumber daya manusia mengutus orang-orangnya untuk dilatih supaya mereka memiliki skill dalam penanganan air.

Dalam kesempatan kali ini juga Yayasan Tangan Pengharapan juga mengirimkan dua orang staffnya. Bapak Rus Alit dan Mr. Greeg Scott memberikan pelatihan dibantu oleh beberapa rekan yang lain dari BATI INSTITUTE di Bali.

Banyak materi yang dipelajari di sana mulai dari pembuatan underground water tank (tangki tadah hujan), pembuatan pompa rust, pempuatan filter air bersih, pembuatan pompa hydram dan lain-lain yang untuk menjawab masalah-masalah di masyarakat yang berhubungan dengan sulitnya pengadaan air bersih.
Dalam kesempatan kali ini juga, kita dibekali dengan materi-materi di luar air, seperti pembuatan solar dryer, penanganan hama, dll. Melalui pelatihan ini, Yayasan Tangan Pengharapan diharapkan semakin bisa menjadi “Tangan Harapan” bagi masyarakat, khususnya di daerah pedalaman.


Jumat, 07 November 2014

“Jangan Tanya Cita-cita Heka…”

http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/
http://www.tanganpengharapan.org/sumbangan-untuk-projek-kami/


Apa yang kita lakukan ketika kita dihadapkan dalam situasi yang sulit, yang tidak kita mengerti bahkan dirasa tidak adil? Bagaimana harusnya kita bersyukur? Sepertinya kita perlu belajar dari seorang remaja bernama Heka Meobesi.

Tumbuh tanpa sosok keluarga yang utuh tidak membuatnya berputus asa. Sedari usia 2 bulan Heka telah kehilangan sosok ayahnya, Lasi Meobesi dikarenakan penyakit TBC yang tidak dapat diobati. Lalu sang ibu, Taroci Neolaka menikah lagi dan menyerahkan hak pengasuhan atas anak bungsunya kepada kakek dan neneknya sementara kedua kakak laki-lakinya, Lasi dan Marten berada dalam pengasuhan sang ibu dan ayah tiri.

Sebagai anak bungsu dan anak perempuan satu-satunya seharusnya Heka-lah yang mendapatkan perhatian khusus dan dalam pengasuhan ibu kandungnya tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Terlepas dari masalah tersebut Heka tumbuh dalam pengasuhan kakek dan nenek yang sangat menyayanginya yang membuat gadis kelahiran Boti, NTT, 5 Juli 1998 itu tetap berbahagia.

Tetapi tak lama berselang ketika Heka berusia lima tahun  sekali lagi ia harus menerima kenyataan pahit ketika neneknya pun dipanggil Yang Maha Kuasa. Tentu saja kehilangan orang yang dikasihinya yang selama ini telah merawat dan membesarkannya bukanlah hal yang mudah diterima maupun dicerna pada usia dininya. Begitu juga dengan sang kakek yang hancur hati tapi juga harus bertahan karena ada si kecil Heka yang membutuhkannya.

Tahun-tahun pun berlalu hingga akhirnya sekarang Heka menginjak bangku kelas dua SMP. Heka yang bertambah besar tumbuh menjadi anak yang manis dan berbakti pada kakek yang selama ini telah bersusah payah membesarkannya. Ia pun pintar dalam membagi waktu antara sekolah dan mengurus kakek. Di mulai dari jam 4 subuh, Heka bangun dan masak untuk dirinya dan kakek, lalu setelah selesai ia pun bergegas ke sekolah. Siangnya Heka mengikuti les Bahasa Inggris selama dua jam dari pukul 14.00 hingga 16.00. Heka sangat menikmati waktu bersekolah dan ia mengikuti dan menerima setiap pelajaran dengan serius. Ia termasuk anak terpintar di sekolahnya.

Ketika seseorang berbincang dan bertanya pada Heka tentang cita-citanya, sang kakek langsung berkata: “Aduh, jangan tanya cita-cita karena saya tidak mampu untuk menyekolahkan Heka di SMA. Saya sudah sangat tua dan tidak sanggup mencari uang untuk Heka sekolah. Kalau Heka tamat SMP, itu sudah cukup, yang penting Heka sudah bisa membaca dan menghitung. Saya ingin Heka bisa melanjutkan pendidikan dan meraih cita-citanya tetapi saya tidak sanggup lagi”. Mendengar hal itu air mata Heka jatuh tak terbendung. Latar belakang kehidupan yang di alaminya membuat Heka tumbuh menjadi sosok pendiam sehingga ia pun tak pernah menceritakan keinginan hatinya pada kakek. Di samping itu ia juga mengerti akan keadaan kakek yang sudah tua yang tidak bisa lagi bekerja untuk membayar biaya sekolahnya. Tetapi dalam diam dan tangisnya ia tetap berdoa dan percaya bahwa suatu hari cita-citanya sebagai seorang guru akan tercapai sehingga ia pun bisa membalas kebaikan kakek. Dengan sisa waktu yang tinggal satu tahun lagi untuk menuju jenjang SMA, dengan giatnya setiap hari-hari kosong tak sekalipun di sia-siakan dan ia selalu mengisi hari-hari itu dengan kegiatan menenun.

Menenun, hanya itulah bekal ilmu yang di tinggalkan oleh sang nenek. Hasil tenunan tersebut pun lalu dijual. Diam bukan berarti menyerah dan pasrah tapi tetap menjaga agar impian itu terus menyala dalam dirinya. Terlalu banyak yang telah hilang dalam hidupnya sehingga ia tak rela untuk kehilangan cita-citanya demi masa depannya dan satu-satunya orang yang ia miliki, yaitu sang kakek.

Live a Better Life
 
Link Youtube Update Nopember 2014