Kamis, 24 April 2014

Ria: The Winning Batik Designer From Pepe Village


http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/
http://www.tanganpengharapan.org/donation/



in/Dengan wajah ceria, Ria, siswi kelas 5 Sekolah Dasar yang juga merupakan peserta pelatihan ketrampilan Tangan Pengharapan di desa Pepe, maju ke podium untuk menerima penghargaan sebagai juara pertama lomba design batik tingkat SD sekecamatan Kedung Jati. Ria berhasil mengalahkan para peserta yang berasal dari 50 sekolah dasar.

Lomba tersebut diadakan pada bulan lalu. Para peserta diwajibkan untuk membuat design di atas kertas dan kemudian dipindahkan ke atas kain. Setelah itu, para peserta harus mencanting dan mewarnai design yang telah mereka buat. Dibutuhkan waktu sekitar 4 jam untuk menyelesaikan sebuah design.

Ria termasuk anak binaan Yayasan Tangan Pengharapan di desa Pepe yang dinilai berhasil. Beberapa waktu sebelumnya, Ria juga meraih peringkat ketiga dalam lomba cerdas cermat tingkat SD. Bersama dua orang rekannya, Aris dan Wahyu yang juga merupakan anak asuh Tangan Pengharapan di desa Pepe dapat menjawab dengan benar hampir semua pertanyaan yang diajukan para dewan juri.

Desa Pepe di kabupaten Grobogan merupakan salah satu desa yang menjadi titik pelayanan Yayasan Tangan Pengharapan di Jawa Tengah. Masyarakat di desa ini tidak memiliki lahan sendiri. Untuk itu mereka terpaksa tinggal di tanah milik PERHUTANI. Hampir seluruh masyarakat di desa ini tidak memiliki pekerjaan tetap. Mereka bekerja sebagai kuli serabutan dan pengumpul kayu bakar.

Pekerjaan sebagai pengumpul kayu bakar tentu mengandung resiko. Jika sampai tertangkap oleh polisi hutan, maka mereka harus membayar denda yang terbilang besar. Biasanya jika tertangkap, mereka harus membayar sekitar dua juta rupiah untuk satu orang polisi hutan. Bayangkan jika polisi hutan yang menangkap seorang pencari kayu bakar berjumlah 5 orang. Tentu ia harus mengeluarkan uang sekitar sepuluh juta rupiah. Hal ini jelas tidak mungkin bagi penduduk setempat. Akibatnya mereka terpaksa berhutang atau bahkan menjual rumah tempat tinggal mereka. Dan polisi hutan sering beroperasi dalam kelompok yang berjumlah bisa lebih dari 3 orang.

Tanahnya yang kering semakin menyulitkan kehidupan di desa ini. Untuk bercocok tanam, hanya tanaman jagung yang bisa tumbuh di musim penghujan. Tanahnya yang mengandung kapur juga hanya bisa ditanami dengan tanaman jati.

Meski beban hidup yang dirasakan keluarga cukup berat, tapi Ria tidak putus asa. Ia menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk membangun masa depan yang lebih baik serta meningkatkan standar hidup keluarga kelak.

Dengan adanya sekolah ketrampilan membatik di desa Kaliceret, Ria dapat mengembangkan bakatnya. Keahliannya mendesain batik diharapkan dapat membawa corak yang lebih berragam terhadap batik karya tangan anak bangsa.

en/With joy on her face, Ria, a fifth grader and a participant of Tangan Pengharapan skill training program, walked toward the podium to receive an award as a winning Batik designer for elementary in Kedung Jati sub district, eliminating other participants from 50 elementary schools.

The contest was held last month. Participants had to make a design on a piece of paper first before moving it onto another piece of paper. They had to apply wax over the penciled in-outline of the pattern and then color it. it took about 4 hours to complete a design.

Ria is a successful fostered child by Tangan Pengharapan. Some time ago, she became the third champion of an intelligence contest for elementary. With her 2 schoolmates, Aris and Wahyu, who are fostered kids of Tangan Pengharapan in Pepe village, she could answer most of the questions correctly.

Pepe village in Grobogan regency is one of the village in Central Java supported  by Tangan Pengharapan. The villagers of Pepe don’t have their own land. That’s why they have to live on PERHUTANI owned land. Most of them don’t have any permanent job. They work as labors and firewood collectors.

Being a firewood collector is a risky job. If local forest officers catch them, they must pay big fine. If they get caught, they must pay about two million rupiah to an officer. Imagine if 5 officers catch them. He surely must give them about ten million rupiah, which is impossible for the local people. As a result, they have to loan some money from the loan shark or even sell their house. And the officers often come in group of more than 3 people.

Its dry land makes life in this village even harder. Only corn is suitable for plantation since it can be planted in rainy season. On its containing lime land, only teak trees can grow.
Though the brunt her family carries is heavy, but Ria doesn’t give up. With her abilities, she tries to build a better future and promote her family living standard.

Thanks to the batik training school, Ria can develop her talent. Her expertise in designing batik is hoped could bring more various patterns to batik made by the children of the nation.