in/Kekurangan dalam fisik manusia sering menjadi alasan untuk orang bermalas-malasan dan tak melakukan apa-apa. Bahkan banyak dari mereka menjadi seorang peminta-minta dengan harapan mendapat belas kasihan ketika orang melihat cacat fisik dari diri orang tersebut. Tapi berbeda dengan Martinus. Laki laki paruh baya berusia 40 tahun yang berasal dari pedalaman Bengkayang, Kalimantan Barat ini adalah sosok yang tangguh. Sudah 10 tahun ia lumpuh tak berdaya. Kedua kakinya mati rasa dan tak dapat digerakan.
Alhasil dia terkurung di rumah kecil berdinding papan tanpa bisa melakukan aktivitas di luaran. Semua ini bermula 10 tahun lalu, ketika Martinus sedang memanjat pohon. Kakinya terpleset hingga akhirnya tubuhnya jatuh dengan posisi duduk. Sejak peristiwa itu, kedua kakinya melemah, tak mampu berjalan. Ia akhirnya lumpuh, tak bisa berjalan sama sekali. Ia hanya pasrah. Sejak ia lumpuh, istrinyalah yang mengurusi Martinus dan kedua anaknya, mencari nafkah dan biaya sekolah anak-anaknya. Namun, pekerjaan istrinya yang hanya berkebun dan menjual hasil kebun tak mencukupi kebutuhan keluarganya.
Akhirnya sang istri memutuskan untuk mengadu nasib di negeri jiran Malaysia dan meninggalkan Martinus bersama dua anak mereka. Martinus pun dengan berat hati melepaskan sang istri untuk bekerja di negeri tetangga. Meskipun sebenarnya ia berkeberatan, namun menyadari dirnya tidak bisa berbuat apa-apa, ia terpaksa merelakan isterinya pergi. Toh kepergiannya untuk menopang hidup keluarga, begitulah pikiran yang terlintas di benaknya. Tahun pertama selama di Malaysia, sang istri masih rajin mengirim kabar dan uang hasil kerjanya. Itu sangat membantu kehidupan anak-anak dan Martinus yang lumpuh tak bisa berbuat apa apa di rumah. Namun menginjak tahun ke 2, sang istri tak lagi mengirim kabar. Uang hasil kerjanya pun tak pernah dikirim lagi ke Martinus. Ada apa gerangan?
Martinus pun kaget bukan kepalang ketika sang istri kembali ke rumah dengan seorang anak bayi. Ternyata sang istri telah menikah lagi di Malaysia, entah dengan pria mana. Sang istri melahirkan anak bayi dengan wajah India Melayu. Setelah kembali dengan seorang bayi yang ditinggalkan padanya, sang istri pun kembali lagi ke Malaysia. Ia mengasuh anak-anaknya. Dengan segala keterbatasannya, ia mencoba memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Sekalipun dalam kondisi yang lumpuh, Martinus tak berdiam diri. Ia tetap bekerja. Ia membuat keranjang bambu pesanan para tetangganya. Dengan begitu ia masih mempunyai penghasilan walau tak besar. Itu cukup untuk membeli beras sehari-hari.
Saat Tangan Pengharapan melakukan kunjungan ke Kalimantan Barat, kami menyempatkan waktu untuk mengunjungi pak Martinus dan anak-anak yang sudah mulai besar. Mendoakan pak Martinus untuk tetap semangat menjalani hidup dengan segala kekurangannya. Tangan Pengharapan juga membantu Pak Martinus dengan memberi sedikit bingkisan. Senyum pak Martinus membuat kami sangat mengagumi sosoknya, walau keadaan tubuhnya tak sempurna. Ia masih mau bersemangat dan berusaha. Begitulah kehidupan yang dijalani Martinus selama 10 tahun ini. Sekalipun tidak mengeluh, ia dalam diamnya mungkin merasakan kejenuhan. Ia mungkin ingin menyerah. Tapi demi anak-anaknya yang ia kasihi, ia tetap berjuang untuk bisa hidup agar dapat mendampingi mereka dalam hidup ini.
en/Physical disabilities often become a cause for people to be lazy and do nothing. Even many of them become beggars hoping for mercy as people see their physical disabilities. But Martinus is one of the kind. The 40 year old man who lives in rural Bengkayang, west Kalimantan, is a tough man. He’s been paralyzed for 10 years. His feet get numb and unmovable.
Consequently he gets stuck in his wood board walled house being unable to do outdoor activities. It all happened 10 years ago when Martinus was climbing a tree. His feet were slipped and fell in sitting position. Since then, his feet were getting weaker and finally he couldn’t move them. He was paralyzed. He succumbs to his fate. Since then his wife took care of Martinus and their children, supporting and paying their school administration fees. But as a farmer, she can’t meet their needs.
Eventually she decided to look for a job in Malaysia, leaving Martinus and 2 their children. Though his heart was weighted down with sorrow, he had to let her go, realizing he couldn’t do anything himself. “At least she went to support our family,” the thought crossed his mind. During her first year in Malaysia, she would send him news and the money she made. It surely was helpful to Martinus and his two children lives, anyway. But in the second year of being there, she no longer sent him any news. And she never sent him any money. He wondered what went wrong.
Martinus was very shocked seeing his wife coming back home with a baby. He found out that she got married again to another man. The baby had Indian and Malaysian look. After leaving the baby with him, she returned to Malaysia. He’s been taking care of their children. With all his limitations, he tries to give them attention and compassion.
Despite of his condition, Martinus doesn’t seem to remain inactive. He keeps working, making bamboo baskets ordered by his neighbors. Doing this, he makes some money although it isn’t much. With the money he can buy some rice every day.